Saturday, October 12, 2013

Raperda dan Jejak Dewan

Sepekan lalu, persisnya tanggal 24 dan 25 September 2013, DPRD Bojonegoro sibuk dengan agenda uji publik 14 rancangan peraturan daerah (raperda). Ke-14 raperda itu merupakan inisiasi dari dewan yang sebelumnya masuk agenda program legislasi daerah (prolegda) 2013.
Ke-14 raperda inisiatif dewan itu sebagian besar berkaitan dengan isu yang sedang hangat di Bojonegoro. Di antaranya, raperda tentang tanggung jawab sosial perusahaan (TSP), penanggulangan kemiskinan daerah, analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), ruang terbuka hijau (RTH), dan pertambangan. Serta, sembilan raperda lainnya.
Lima raperda di atas sangat krusial, karena jika diadaptasikan dengan isu hangat yang ada di Bojonegoro, nyambung. Jamak dimafhumi dalam beberapa tahun terakhir isu minyak dan gas menjadi topic trending. Isu migas seolah-olah menjadi isu yang disukai media, media darling.
Dunia pertambangan (minyak) akan senantiasa berhubungan dengan amdal. Bisa dibilang amdal merupakan kunci pengendalian dan kontrol lingkungan pada sebelum, selama, dan pasca beroperasinya pertambangan. Disinilah urgensinya raperda ini, karena daerah dapat mengontrol langsung kualitas lingkungannya selama industri migas berlangsung.  
Raperda amdal juga sebagai regulasi teknis operasional bagi daerah, selain regulasi yang termaktub dalam undang-undang. Begitu juga raperda RTH, dapat menjadi kendali untuk konservasi kawasan penghijauan. Serta, raperda TSP yang bisa dikatakan sebagai regulasi untuk mendorong terciptanya kesalehan sosial perusahaan.
Pada titik ini, kita bolehlah (sekali) ini angkat topi dengan semangat para anggota dewan mengangkatnya menjadi regulasi selagi daerah belum terlalu jauh melangkah dalam membuat regulasi terkait migas.
Dari sisi kuantitas, jumlah raperda yang saat ini diusulkan dewan relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ini belum termasuk sejumlah raperda inisiatif DPRD yang tahun lalu disahkan.
Secara semangat, kita boleh respek dengan dewan dengan raperda inisiatifnya. Namun, di sisi mekanisme, proses, dan isi penyusunan regulasi, tampaknya banyak hal yang masih harus dikritisi bareng-bareng. Mari kita diskusikan beberapa di antaranya.

Tiga Catatan
Pertama dari sisi anggaran, prinsip efisiensi secara kasat mata dilanggar. Lihat saja, dari 13 raperda, satu perda di antaranya masuk anggaran 2012, yang diusulkan dewan di tahun ini dianggarkan Rp 1,3 miliar. Hitungan kasarnya, satu perda Rp 100 juta. Cukup mahal.  
Bandingkan dengan eksekutif yang membutuhkan anggaran Rp 376 juta untuk delapan raperda. Untuk penyusunan naskah akademiknya, pemkab membutuhkan anggaran Rp 47 juta. Terlepas bagaimana mekanisme yang dilakukan keduanya, faktanya raperda dewan lebih “mahal”. Tak heran bila saat ini berhembus isu kurang sedap di internal dewan.
Kedua, dari isi raperda. Rabu (25/9), penulis dikabari seorang kawan. Dia mengeluhkan betapa ‘tipis’-nya raperda tentang biaya pemberangkatan jamaah haji, tak ada 10 pasal. Sudah tipis, tak ada pula sanksi secara eksplisit di raperda itu.       
Ada pelanggaran serius terhadap pasal 5 bab II tentang asas pembentukan perundang-undangan, sebagaimana diatur di UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Khususnya dalam kejelasan rumusan.
Dan, pasal 6 undang-undang yang sama, tentang ketentuan materi muatan peraturan harus menciptakan ketertiban dan kepastian hukum. Catatannya, jika tak ada sanksi, bagaimana tercipta kepastian hukum. Kalau maunya begitu, buat perbup saja.
Ketiga, dari sisi proses pembahasan. Secara substansi, uji publik yang dilakukan dewan terkait raperda, cukup baik. Masalahnya adalah uji publik yang dilakukan dewan terkesan kurang menyeluruh. Draf hampir jadi baru diujipublikkan.
Kalau dewan serius mendorong partisipasi publik, idealnya uji publik dilakukan sejak awal, sejak masih proses naskah akademik. Karena, keterbukaan, termasuk isi materi raperda, merupakan asas (hal mendasar) dalam pembentukan peraturan, sebagaimana tertuang dalam pasal 5 UU 12/2011.     
Selagi belum terlambat, ada baiknya dewan lebih transparan maupun partisipatif dalam membahas 14 raperda ini. Berikanlah publik tinggalan yang baik sebelum Anda semua meninggalkan kursi dewan, tahun depan. (*)     

Ujung Blok Lingkar, 29 September 2013
*) Tayang di Jawa Pos Radar Bojonegoro Halaman 32, Edisi 30 September 2013