Thursday, January 10, 2013

Urgensi Transparansi dan Akuntabilitas OMS

Organisasi Masyarakat Sipil mempunyai peranan sangat penting dalam proses pembentukan bangsa Indonesia dari masa transisi ke era demokrasi. Organisasi Masyarakat Sipil seharusnya dapat membawakan aspirasi rakyat kepada pemerintah serta membuat pemerintah lebih akuntabel kepada rakyatnya. Organisasi Masyarakat Sipil juga harus melaksanakan prinsip-prinsip “good governance”, termasuk transparansi, rasa keadilan, dan akuntabilitas di dalam sistem manajemen untuk mendapat kepercayaan dan dukungan dari stakeholders.
Namun, seiring dengan pergeseran waktu, saat ini wajah Organisasi Masyarakat Sipil, khususnya Non-Government Organization (NGO) di mata masyarakat tak semanis dulu, yang dikenal sebagai agen perubahan sosial, tapi mulai terdapat noda partisan, koruptif, “pemerasan”, orientasi profit atau proyek dan seterusnya. Sementara Organisasi Masyarakat Sipil sejati, yang merasa dirugikan oleh kelakuan Organisasi Masyarakat Sipil gadungan tersebut, tidak memiliki suatu mekanisme untuk menegakkan code of conduct dan mengelemininasi mereka.
Terlepas dari adanya kesan buruk tersebut, saat ini ada desakan dari masyarakat kepada kalangan Organisasi Masyarakat Sipil, yang dari hari ke hari tuntutan itu semakin kuat, agar Organisasi Masyarakat Sipil lebih terbuka, demokratis, dan jujur dalam mengelola organisasi dan dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini sangat wajar mengingat selama ini Organisasi Masyarakat Sipil senantiasa menuntut sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, jujur dan memihak rakyat kecil, sehingga sudah selayaknya bila Organisasi Masyarakat Sipil juga menerapkannya dalam tata kelola organisasi agar senantiasa mendapat kepercayaan masyarakat.
Dalam buku mengukur transparansi dan akuntabilitas LSM  yang disusun oleh TIFA, terlihat bahwa sebenarnya ajakan kepada komunitas LSM di Indonesia agar menjadi lebih akuntabel dan transparan berawal dari satu Semiloka organisasi masyarakat sipil di USC Satunama di Yogyakarta pada bulan Oktober 2002. Gagasan ini mulai bergulir sebagai sebuah gerakan karena dari kalangan LSM sendiri banyak yang sepakat bahwa apabila LSM memperjuangkan reformasi politik, ekonomi, sosial, maka sudah selayaknya kalau LSM sendiri juga mempraktekkan asas-asas yang mereka kampanyekan, terutama asas-asas transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, LSM akan memperoleh kepercayaan bukan hanya dari donor, tapi juga dari publik.
Sementara itu dalam pasal 52 ayat 2 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan juga mewajibkan bagi Yayasan yang memperoleh bantuan Rp 500 juta atau lebih harus diaudit dan wajib diumumkan dalam surat kabar. Disamping itu, dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP ditegaskan bahwa Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik untuk masyarakat luas.
Badan Publik yang dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan menurut UU No. 14 Tahun 2008 tersebut adalah informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan, informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasar argumentasi sosio-kultural, yuridis, dan etika sosial itulah urgensitas forum pertanggungjawaban publik (public accountability) itu menemukan keniscayaan untuk dilaksanakan. Dari sisi kepantasan sosial, rasanya tidak fair apabila Organisasi Masyarakat Sipil menuntut sikap transparan dan akuntabel dari Pemerintahan Daerah, tapi Organisasi Masyarakat Sipil sendiri tidak transparan dalam pengelolaan program dan laporan keuangan.
Karena itu, Laporan Pertanggungjawaban Publik Yayasan IDFoS Tahun 2009-2012 yang dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012 ini adalah sebagai bentuk ikhtiar dan perwujudan konsistensi Yayasan IDFoS mendorong lahirnya tata kelola organisasi yang baik dan bersih, yang salah satu indikatornya adalah dengan adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam penyampaian informasi kegiatan dan laporan keuangan.
Forum laporan Pertanggungjawaban Publik ini adalah yang kedua kali diselenggarakan Yayasan IDFoS. Sebelumnya, Yayasan IDFoS juga menyelenggarakan forum Laporan Pertanggungjawaban Publik Tahun 2004 dan 2006.
Akhir kalam, semoga forum Laporan Pertanggungjawaban Publik Yayasan IDFoS Tahun 2009-2012 ini dapat membawa manfaat maupun kebaikan untuk masyarakat. Serta, dapat menyemaikan kembali tunas-tunas kepercayaan publik terhadap Organisasi Masyarakat Sipil sebagai agen perubahan sosial, sebagaimana filosofi awal terbentuknya Organisasi Masyarakat Sipil. Amin.

*) Disampaikan dalam Talkshow OMS dan Akuntabilitas Publik IDFoS di  Gedung Maharani Bojonegoro, 19 Desember 2012.                 

No comments:

Post a Comment