Organisasi
Masyarakat Sipil mempunyai peranan sangat penting dalam proses pembentukan
bangsa Indonesia dari masa transisi ke era demokrasi. Organisasi Masyarakat
Sipil seharusnya dapat membawakan aspirasi rakyat kepada pemerintah serta
membuat pemerintah lebih akuntabel kepada rakyatnya. Organisasi Masyarakat
Sipil juga harus melaksanakan prinsip-prinsip “good governance”,
termasuk transparansi, rasa keadilan, dan akuntabilitas di dalam sistem
manajemen untuk mendapat kepercayaan dan dukungan dari stakeholders.
Namun,
seiring dengan pergeseran waktu, saat ini wajah Organisasi Masyarakat Sipil,
khususnya Non-Government Organization (NGO) di mata masyarakat tak semanis
dulu, yang dikenal sebagai agen perubahan sosial, tapi mulai terdapat noda
partisan, koruptif, “pemerasan”, orientasi profit atau proyek dan seterusnya.
Sementara Organisasi Masyarakat Sipil sejati, yang merasa dirugikan oleh
kelakuan Organisasi Masyarakat Sipil gadungan tersebut, tidak memiliki suatu
mekanisme untuk menegakkan code of conduct dan mengelemininasi mereka.
Terlepas
dari adanya kesan buruk tersebut, saat ini ada desakan dari masyarakat kepada
kalangan Organisasi Masyarakat Sipil, yang dari hari ke hari tuntutan itu
semakin kuat, agar Organisasi Masyarakat Sipil lebih terbuka, demokratis, dan
jujur dalam mengelola organisasi dan dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini
sangat wajar mengingat selama ini Organisasi Masyarakat Sipil senantiasa
menuntut sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, jujur dan memihak rakyat
kecil, sehingga sudah selayaknya bila Organisasi Masyarakat Sipil juga
menerapkannya dalam tata kelola organisasi agar senantiasa mendapat kepercayaan
masyarakat.
Dalam
buku mengukur transparansi dan akuntabilitas LSM yang disusun oleh TIFA, terlihat bahwa
sebenarnya ajakan kepada komunitas LSM di Indonesia agar menjadi lebih
akuntabel dan transparan berawal dari satu Semiloka organisasi masyarakat sipil
di USC Satunama di Yogyakarta pada bulan Oktober 2002. Gagasan ini mulai
bergulir sebagai sebuah gerakan karena dari kalangan LSM sendiri banyak yang
sepakat bahwa apabila LSM memperjuangkan reformasi politik, ekonomi, sosial,
maka sudah selayaknya kalau LSM sendiri juga mempraktekkan asas-asas yang
mereka kampanyekan, terutama asas-asas transparansi dan akuntabilitas. Dengan
demikian, LSM akan memperoleh kepercayaan bukan hanya dari donor, tapi juga
dari publik.
Sementara
itu dalam pasal 52 ayat 2 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan juga mewajibkan
bagi Yayasan yang memperoleh bantuan Rp 500 juta atau lebih harus diaudit dan
wajib diumumkan dalam surat kabar. Disamping itu, dalam UU No. 14 Tahun 2008
tentang KIP ditegaskan bahwa Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk
membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik untuk
masyarakat luas.
Badan
Publik yang dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut adalah lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/ atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat,
perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri.
Informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan menurut UU No. 14 Tahun 2008 tersebut
adalah informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait, informasi
mengenai laporan keuangan, informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Berdasar
argumentasi sosio-kultural, yuridis, dan etika sosial itulah urgensitas forum
pertanggungjawaban publik (public accountability) itu menemukan
keniscayaan untuk dilaksanakan. Dari sisi kepantasan sosial, rasanya tidak fair
apabila Organisasi Masyarakat Sipil menuntut sikap transparan dan akuntabel
dari Pemerintahan Daerah, tapi Organisasi Masyarakat Sipil sendiri tidak
transparan dalam pengelolaan program dan laporan keuangan.
Karena
itu, Laporan Pertanggungjawaban Publik Yayasan IDFoS Tahun 2009-2012 yang
dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012 ini adalah sebagai bentuk ikhtiar
dan perwujudan konsistensi Yayasan IDFoS mendorong lahirnya tata kelola
organisasi yang baik dan bersih, yang salah satu indikatornya adalah dengan
adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam penyampaian informasi kegiatan
dan laporan keuangan.
Forum
laporan Pertanggungjawaban Publik ini adalah yang kedua kali diselenggarakan
Yayasan IDFoS. Sebelumnya, Yayasan IDFoS juga menyelenggarakan forum Laporan
Pertanggungjawaban Publik Tahun 2004 dan 2006.
Akhir
kalam, semoga forum Laporan Pertanggungjawaban Publik Yayasan IDFoS Tahun
2009-2012 ini dapat membawa manfaat maupun kebaikan untuk masyarakat. Serta,
dapat menyemaikan kembali tunas-tunas kepercayaan publik terhadap Organisasi
Masyarakat Sipil sebagai agen perubahan sosial, sebagaimana filosofi awal
terbentuknya Organisasi Masyarakat Sipil. Amin.
*) Disampaikan
dalam Talkshow OMS dan Akuntabilitas Publik IDFoS di Gedung Maharani Bojonegoro, 19 Desember 2012.
No comments:
Post a Comment