Tuesday, May 3, 2011

Urgensi Blok Bojonegoro

SALAH satu isu penting dan hangat di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, akhir-akhir ini adalah gagasan mengganti Blok Cepu, ladang minyak yang dikelola ExxonMobil melalui anak perusahaannya Mobil Cepu Ltd (MCL), menjadi Blok Bojonegoro. Pemkab Bojonegoro, selaku pengusul, serius dengan gagasan ini. Usulan ini tertuang dalam surat bupati tertanggal 15 Maret 2011, dengan nomor 541/239/412.15/2011. Usulan merubah nama dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan tembusan kepada Presiden dan Wakil Presiden RI, Komisi VII DPR RI, dan sejumlah instansi penting lain, termasuk kepada Vice President MCL di Jakarta.
Ada empat alasan utama yang diajukan Pemkab Bojonegoro, kenapa Blok Cepu penting diubah jadi Blok Bojonegoro. Pertama, alasan administratif. Area pertambangan migas Blok Cepu 90 persen lebih berada di wilayah Bojonegoro. Sekarang ini eksplorasi yang berjalan 100 persen dari wilayah Bojonegoro. Eksplorasi minyak saat ini sudah mencapai
22.000 barel per hari dari tujuh sumur di antara total 48 sumur yang berada di Blok Cepu. Jika produksi minyak mencapai full scale pada 2014, diperkirakan bisa mencapai 165.000 barel per hari. Jumlah itupun, tak satu barel minyak pun yang berasal dari wilayah Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Diperkirakan, Blok Cepu sendiri mengandung 600 juta barel minyak, dan gas 1,7 triliun hingga 2 triliun kaki kubik (TCF). (Gatra, 25 Maret 2006, lihat juga Tempo, 2 April 2006).
Kedua, merujuk ketentuan yang diatur pada UU Otonomi Daerah dan Keputusan Menteri Keuangan tentang bagi hasil migas. Ketiga, sebagai langkah antisipatif menghindari soal kesalahpahaman yang bisa berpotensi mengganggu eksplorasi Blok Cepu, terutama saat berhubungan dengan masyarakat lokal. Kempat, dirubahnya Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro diharapkan bisa memperkuat rasa kepemilikan seluruh elemen masyarakat Bojonegoro yang sehari-hari berhubungan langsung dengan kegiatan eksplorasi. Selain juga sebagai kebanggaan, image positif, dan identitas, dalam rangka pembangunan spirit jaringan dan kepercayaan diri.

Branding
Terlepas mengenai siapa yang mengusulkan, ditinjau dari perspektif ilmu marketing dan ilmu komunikasi, usulan perubahan nama dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro menjadi urgen. Dari perspektif komunikasi pemasaran, usulan Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro, adalah bagian dari proses penyusunan komunikasi terpadu yang dilakukan oleh Pemkab Bojonegoro dengan tujuan memberikan informasi mengenai barang atau jasa, dalam hal ini kandungan minyak di wilayah Bojonegoro, untuk menarik perhatian dari customer (nasional dan internasional).
Sebagai bagian dari upaya untuk jualan dan memasarkan produk andalan daerah (migas), dibutuhkan sebuah branding yang kuat. Brand sendiri adalah sebuah nama, istilah, simbol ataupun hal-hal lain yang dapat menjadi sebuah identitas, termasuk identitas kedaerahan. Brand juga dapat membedakan suatu daerah dengan daerah lain yang memiliki keahlian serupa. Dengan mengubah karakter identitas, dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro, sebenarnya Pemkab Bojonegoro sedang berupaya menciptakan sebuah identitas nan khas, yang dapat membedakannya dengan daerah lain.
Pembedaan dan penegasan identitas ini menjadi penting, karena menurut Peter Montoya dalam The Brand Called You (2005), branding adalah proses dari menciptakan sebuah identitas yang dikaitkan dengan persepsi, emosi, dan perasaan tertentu terhadap identitas tersebut. Dengan menamakan diri Blok Bojonegoro, diharapkan tercipta sebuah persepsi dari customer (investor) nasional dan internasional tentang Bojonegoro yang potensial dengan migas. Persepsi ini penting untuk mengail investor masuk.
Hermawan Kartajaya, pakar marketing dunia asal Surabaya, mengungkapkan, brand is the umbrella of the products, yang bisa langsung memunculkan persepsi tentang sebuah produk (jualan). Bagi Hermawan Kartajaya, brand juga bisa menciptakan satu marketing value. Marketing tak akan punya added value, kalau tidak punya brand kuat. Brand yang diingat, sudah merupakan poin yang penting untuk mendapatkan sesuatu. Keuntungan selanjutnya, mulai peluang investasi di bidang migas, ekonomi, wisata, dan yang lainnya, hanya soal waktu, selama brand diperkuat. Tahapan tersebut sudah dilakukan Bojonegoro melalui brand vision-nya, dengan mengusulkan Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro. Brand yang ingin dimunculkan pemkab di mata investor adalah, Bojonegoro merupakan blok yang kaya akan minyak..!!

Positioning
Selain sebagai branding potensi daerah, yang juga tidak kalah pentingnya, usulan Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro juga merupakan bagian dari upaya positioning. Menurut Philip Kotler, positioning adalah suatu tindakan atau langkah-langkah produsen, dalam hal ini adalah Pemkab Bojonegoro, untuk mendesain citra dan penawaran nilai, dimana konsumen di dalam suatu segmen tertentu (khususnya dalam investasi) bisa mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu segmen tertentu, mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu institusi, dibandingkan dengan pesaing lainnya. Jadi, positioning merupakan usaha untuk menemukan sebuah celah di benak konsumen agar konsumen punya image khusus terhadap produk atau merek produk atau bahkan perusahaan.
Menurut Hermawan Kartajaya, positioning harus dipersepsikan secara positif oleh para dan calon pelanggan (investor) dan menjadi reason to buy mereka. Positioning harus bisa mendeskripsikan value yang paling diunggulkan dan value ini benar-benar suatu aset bagi mereka. Usulan perubahan dari Blok Cepu menjadi Blok Bojonegoro, dalam kaitannya positioning adalah Pemkab Bojonegoro ingin menegaskan dan menawarkan jualan kans investasi yang berhubungan dengan industrialisasi minyak berikut variannya, sebagai diferensiasi dengan daerah yang lain. Sasaran konsumen baru dan pelanggannya adalah negara maupun kaum pemodal dalam negeri yang berminat untuk melakukan investasi di Bojonegoro. Disinilah letak urgennya mengapa Blok Cepu perlu diubah menjadi Blok Bojonegoro.
Bagi masyarakat di luar Bojonegoro, termasuk pengambil kebijakan di pusat yang tidak merasakan efek psikologis langsung, bisa jadi usulan perubahan nama blok minyak ini, tidak terlalu penting, bahkan terlalu remeh dan dangkal. Apa arti sebuah nama, demikian William Shakespeare. Toh, bunga mawar akan tetap wangi, meskipun diberi nama lain. Akan tetapi, bagi rakyat Bojonegoro penamaan Blok Bojonegoro menjadi penting, karena diyakini inilah salah satu cara untuk melakukan jualan ”produk” ke investor dalam dan luar negeri. Usulan ini, memang mengandung konsekuensi yang tidak gampang, semisal perubahan administratif dalam pemerintahan, hingga kemungkinan adanya rekontraktual yang sudah ditandatangani antara pemerintah pusat dengan operator minyak. Bukankah pilihan selalu mengundang risiko? Sekarang, bola di tangan Kementerian ESDM, apakah lebih memilih abai dan membiarkan saja nama Blok Cepu tetap seperti saat ini, atau mengakomodasi kemauan daerah untuk secepatnya mengakhiri ketidakadilan migas yang selama ini lazim diterima daerah-daerah penghasil tambang, termasuk Bojonegoro? (*)

Blok Lingkar, 28 April 2011

*) Tayang di Harian Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group) Edisi 1 Mei 2011, Halaman 30

1 comment:

  1. Persepsi mamang penting untuk mengail investor masuk...


    ReplyDelete