Monday, February 25, 2013

Catatan Pilkada Bojonegoro (2)


Manajerial Tim Kampanye Buruk
Ada beberapa catatan menarik, plus dan minus, dari kampanye pasangan nomor 3, M. Choiri-Untung Basuki yang juga didukung oleh mayoritas pengurus struktural PC NU Bojonegoro, pada Minggu tanggal 3 November. Dari sisi jumlah massa, banyak orang yang mengatakan massa yang menghadiri kampanye di Alun-Alun Kota Bojonegoro tersebut jumlahnya melebihi massa kampanye pasangan incumbent, Suyoto-Setyo Hartono (ToTo), yang juga menggelar kampanye di lokasi yang sama, Alun-Alun Kota Bojonegoro, Jumat 2 November 2012.
Setidaknya hal itu dapat diverifikasi dari pengakuan warga dan media massa. Blok Bojonegoro.Com mencatat massa yang hadir mencapai 55 ribu orang (berita di hari yang sama). Tetapi, Jawa Pos Radar Bojonegoro mencatat 20 ribu orang. Terlepas siapa yang benar. Hal yang sama dapat dilihat dari jumlah truk pengangkut, motor peserta konvoi, dan lainnya.
Catatan menarik lainnya, massa konvoi lebih beragam. Selain diikuti delapan partai pengusung maupun pendukung (PKNU, PPP, Hanura, PNBKI, PKB, PDIP, PKS, Partai Pelopor), massa kampanye juga datang dari Boromania (termasuk presiden Boromania, Basar), dan massa Fatayat, dan Muslimat NU.
Namun, ada beberapa hal yang dapat menjadi persoalan sehingga penting untuk dijadikan bahan evaluasi. Pertama, dari sisi manajemen kampanye, masih buruk. Terkesan tidak ada koordinasi dengan kepolisian. Hal ini dapat dilihat dari aparat kepolisian yang terkesan membiarkan, tanpa pengamanan di depan panggung.
Kedua, panggung yang dihadirkan terlampau kecil dan riskan ambruk. Sebab, saat kampanye, hampir semua pentolan partai pengusung dan pendukung naik ke atas panggung untuk berorasi. Ini belum termasuk jurkam nasional dan kiai yang ikut. Penyiapan panggungnya masih kecil. Untungnya tidak sampai ambruk. Antisipasi ambruk masih minim.
Ketiga, pemilihan jurkam yang orasi di depan massa sangat buruk dan kurang antisipasi dampak atau efek negatif yang muncul. Misalnya, kampanye yang dilakukan salah seorang fungsionaris dari partai pendukung Choirun terkesan hanya menyerang kubu incumbent, tanpa disertai data yang kuat. Bagi pemilih rasional hal ini dianggap sebagai penyerangan yang membabi buta.
Jurkam lain, yang kabarnya dari kiai, malah lebih buruk lagi. Kabarnya, dalam kampanye kiai tersebut sampai mengatakan hal-hal yang tidak pantas. Banyak orang menilai, materi kampanye tersebut sangat tidak pas. Bukan hanya mendegradasi kepercayaan publik pada kiai, tetapi dikhawatirkan justru menjadi blunder. Bukan simpati yang didapat, tetapi malah antipati. Orang yang semula simpatik, bukan tidak mungkin malah balik dan mendukung calon lain. Pada akhirnya blunder itu menemukan jawabannya dengan hasil Pilkada yang dimenangi incumbent.  
Hal ini dapat kita lihat dan verifikasi dari banyaknya gunjingan di kalangan masyarakat, panasnya status dan komentar di facebook yang menyudutkan NU, bertebarannya spanduk-spanduk yang semakin menyudutkan NU. Semua menunjukkan ada faktor tidak produktif dari orasi tersebut. Sungguh, pemilihan kiai ataupun tokoh agama yang melakukan orasi tersebut sangat tidak tepat dan justru kontraproduktif.
Keempat, buruknya komunikasi media tim kampanye calon. Ada kesan tim Choirun tidak memiliki juru bicara atau tim yang menangani komunikasi ke media. Hal ini tampak dari setiap isu yang muncul tak ada clearing dari juru bicara. Bahkan terkadang langsung Choiri yang berbicara, padahal public speaking Choiri sebenarnya kurang bagus. Selain itu, juru bicara ke media juga tidak ada saat media menanyakan tentang jumlah massa yang hadir.
Kelima, tidak ada antisipasi terhadap kontra opini maupun kontra intelijen. Ini dapat dilihat dari masih banyaknya isu tentang hal-hal yang menyudutkan Choirun di hari H kampanye. Seharusnya, ada tim yang menangani itu. Sehingga, setiap isu apapun yang muncul di publik dan media, segera diantisipasi dengan baik melalui kontra isu. Tim inilah yang mengkaji dan membahasnya sekaligus menyiapkan kontra isu dan kontra opininya.
Keenam, buruknya manajerial tim kampanye. Memang banyak parpol yang tergabung di Choirun. Ini hal yang baik, karena dukungan besar. Namun, faktanya tidak bisa dikoordinasi dengan baik. Beberapa waktu lalu seorang tim kampanye Choirun mengeluhkan masih banyaknya miskomunikasi antar parpol pendukung dalam beberapa hal. Selain itu, juga tidak ada rapat evaluasi bulanan (setidaknya) untuk mendiskusikan banyak hal dengan beberapa parpol pendukung dan pengusung.
Misalnya membahas mobilisasi massa, pengembangan isu dan opini, strategi penggalangan dukungan, penggalangan dana, kampanye via media (elektronik, media sosial, dll), maupun hal-hal yang lain. Semua masih alamiah, berantakan, dan tidak tertata dengan baik. Sungguh, untuk pemenangan calon dalam momentum politik sekelas pilkada, mereka belum siap. Sebuah pembelajaran politik yang sangat penting bagi NU. (*)

Ujung Blok Lingkar, 6 November 2012    

No comments:

Post a Comment