PADA tahun 2018,
ditargetkan produksi puncak minyak Blok Cepu mencapai 165 ribu barel per hari
(bph) hingga empat tahun ke depan. Jika skenario Badan Pelaksana Migas (BP
Migas) terpenuhi, diharapkan pertengahan 2022 lapangan Blok Cepu menyumbang 20
persen kebutuhan minyak secara nasional.
Sebagai persiapan
menuju puncak produksi Blok Cepu, Pemkab Bojonegoro menerbitkan Perda 23/2011
tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi dan
Eksploitasi serta Pengolahan Minyak dan Gas Bumi (Migas). Regulasi ini juga
lazim disebut Perda Konten Lokal.
Selain menerbitkan Perda Konten Lokal, Pemkab Bojonegoro
juga agresif merebut kans ekonomi yang memungkinkan dilakukan. Salah satunya
mengupayakan lapangan terbang (lapter). Tetapi justru inilah, disadari atau
tidak, potensi konflik geografis antara Pemkab Blora, yang masih bertetangga
dengan Bojonegoro, menyeruak ke permukaan.
Indikatornya, sejumlah pemangku kepentingan di Blora
menuding Bojonegoro ’rakus’ dengan merebut segala peluang ekonomi yang
muncul dari multiplier effect Blok Cepu. Terlebih, Blora sebelumnya
memiliki landasan lapter di Ngloram yang sekarang tidak berfungsi, sekalipun
bisa digunakan. (Radar Bojonegoro, 15/2/2012).
Meski untuk mendirikan lapter butuh kajian mendalam, toh keinginan
Bojonegoro tetap saja memanaskan Blora. Sejak operator Blok Cepu memfokuskan
kegiatan di Bojonegoro menyusul melimpahnya cadangan minyak di lapangan
Banyuurip, berbagai peranti dan aktivitas eksplorasi dipindahkan dari Cepu ke
Bojonegoro. Termasuk kilang minyak PT Humpuss yang selama bertahun-tahun
beroperasi di Cepu. Pun homebase Blok Cepu, difokuskan di Bojonegoro.
Jika tidak segera diantisipasi oleh kedua pemkab, bila perlu kedua pemprov dan
pemerintah pusat, bukan tidak mungkin ketegangan kian memanas.
Konflik Institusional
Selain konflik geografis, potensi konflik lainnya adalah terkait
kelembagaan pengelolaan participating interest (PI/penyertaan saham) Blok
Cepu 10 persen. Dalam pengelolaan PI Blok Cepu ini, Pemkab Bojonegoro melalui
BUMD PT Asri Dharma Sejahtera menerima 4,5 persen; Pemprov Jawa Tengah, melalui
BUMD PT Sarana Patra Hulu Cepu 1,1 persen; Pemprov Jawa Timur, lewat BUMD PT
Petrogas Jatim Utama Cendana 2,2 persen; dan Pemkab Blora lewat BUMD PT Blora
Patragas Hulu 2,2 persen.
Keempat BUMD itu empat tahun lalu membentuk Badan Kerja Sama (BKS) Pemegang
PI 10 persen Blok Cepu. Dalam perkembangannya, Bojonegoro berniat meninjau
ulang efektivitas dan efisiensi BKS. Wacana peninjauan ulang kelembagaan BKS
ini didasari pertimbangan Bojonegoro selalu ’dikalahkan’ dalam pengambilan
keputusan-keputusan BKS. Sementara, kewilayahan Blok Cepu 95 persen berada di
wilayah Bojonegoro.
Di sisi lain, Bojonegoro merasa kurang pas dengan dimasukkannya anggaran operasional
BKS dalam cost recovery yang secara otomatis kelak dibebankan kepada
negara, dan potensial mengurangi DBH minyak yang diterima daerah. Padahal,
masing-masing BUMD selama ini telah menerima dana operasional dari APBD.
Kekhawatiran munculnya anggaran ganda yang berpotensi mal-anggaran dan
mal-kebijakan (menyalahi aturan) mendorong Bojonegoro meninjau ulang format dan
kelembagaan BKS.
Tetapi yang mungkin tidak disadari oleh Pemkab Bojonegoro, desakan adanya
perubahan format institusional BKS ini justru berpotensi memicu konflik
kelembagaan tiga BUMD (non-BUMD Bojonegoro) yang selama ini sudah ada
kesenjangan, khususnya ketegangan konflik geografis, sebagaimana paparan di
atas.
Oleh karena itu, resolusi dan manajemen atas beragam potensi konflik Blok
Cepu di atas harus segera dilakukan. Tetapi harap diingat, penanganannya jangan
sampai mematikan dinamika masyarakat yang berkembang. Biar bagaimanapun, semua
pihak, termasuk pemerintah daerah, tidak ingin dianggap menghambat, alih-alih
menghalangi investasi oleh pemerintah pusat.
Bahwa, pemerintah daerah diminta andil menjawab tantangan energi pada masa
depan dengan mendukung puncak produksi Blok Cepu, itu sudah pasti akan
dilakukan. Namun, Pemerintah Pusat juga harus aware dan care
terhadap dinamika sosial yang berkembang. Disinilah pentingnya komunikasi
antara pemkab dan antar-pemkab pengelola PI Blok Cepu, Pemerintah Pusat,
operator, BP Migas, dan para pemangku kepentingan yang lain untuk terus
diperkuat. (*)
Ujung Blok Lingkar, 15 April 2012
*) Tayang di Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group),
Edisi 16 April 2012 Halaman 26
No comments:
Post a Comment