Tuesday, August 7, 2012

Kunker Stadium IV


KOLOM ini bermula dari diskusi kecil penulis belum lama ini. Penulis semula jengah menulis kembali kunjungan kerja (kunker), studi banding (stuba), bimbingan teknis (bimtek) atau apapun yang berkaitan dengan perjalanan dinas anggota DPRD Bojonegoro.
Jengah karena sebenarnya belum lama penulis menulis kolom Kunker Anggota DPRD dan Kepatutan Publik di pada koran yang sama, edisi 18 September 2011 lalu. Tetapi, penulis harus menulisnya kembali karena rasanya kunker, stuba, ataupun bimtek yang dilakukan oleh anggota DPRD Bojonegoro akhir-akhir memasuki level tinggi. Atau mungkin bahasa yang tepat adalah Stadium IV.
Kolom ini juga bukan dimaksudkan mengurusi ‘rumah tangga’ lembaga pemerintahan daerah, DPRD. Namun, sebagai lembaga yang sumber pendanaannya dari APBD, penulis memandang patut mempertanyakannya, karena sedikit banyak kita (termasuk Anda) adalah pembayar pajak, yang sebagian di antaranya masuk APBD.
Jadi, sudah sepantasnya kalau kemudian kita mempertanyakan asas manfaat dan kegunaannya. Lagi pula, penulis tidak mau dikatakan sebagai orang yang memiliki selemah-lemahnya iman saat melihat kekurangpatutan bersimaharajalela di depan mata. Setidaknya-tidaknya melalui tulisan.

Pemborosan Anggaran
Kalau Anda mencermati aktivitas kunker dan bimtek anggota dewan akhir-akhir ini mungkin pantas geleng-geleng kepala. Mari kita lihat statistiknya. Selama Juli 2012, anggota dewan bimtek tentang sosialisasi perundang-undangan di Jakarta hingga dua kali. Selain bimtek, selama Juli pula mereka belasan kali kunker ke berbagai daerah.
Rinciannya, kunker luar provinsi tiga kali, dan kunker dalam provinsi tiga kali. Ingat, seluruhnya dilakukan oleh semua anggota komisi (A, B, C, dan D) berikut pimpinan dewan. Dari jumlah itu, apabila dipersentase, selama Juli 2012 aktivitas anggota dewan 80 persennya kunker dan bimtek! Karena, menurut pengamatan penulis, selama Juli rata-rata komisi DPRD hearing dua hari. 
Di awal Agustus kegiatan serupa masih dilakukan. Berdasarkan jadwal dari badan musyawarah (Banmus) DPRD, seluruh komisi kunker kembali pada 2-4 Agustus 2012. Praktis, mereka hadir hanya pada 1 Agustus, itupun untuk mengambil gaji (Jawa Pos Radar Bojonegoro, 4 Agustus 2012). Setelah ini, anggota dewan ‘jeda’ kunker, untuk kembali kunker lagi (khusus untuk badan legislatif) pada akhir Agustus.     
Kunker seolah menjadi primadona baru bagi anggota dewan untuk mengeluarkan dana APBD. Menurut analisa Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Timur, kunker dan studi banding merupakan modus baru anggota DPRD dalam memboroskan uang APBD.
Analisa FITRA Jawa Timur, seperti menemukan pembenarannya. Dalam kajian anggaran DPRD yang dilakukan oleh IDFoS beberapa waktu lalu, selama 2011 total biaya kegiatan luar kantor Rp 11,612 miliar. Dengan rincian, total biaya perjalanan dinas dalam daerah Rp 487,850 juta, serta total biaya perjalanan dinas luar daerah Rp 10,016 miliar. Angka-angka ini tidak ngawur dan tak asal sebut, tetapi berbasis dan bersumber dari Perbup Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penjabaran APBD Bojonegoro 2011.
Memang, tidak semua penggunaan anggaran menggunakan label kunker. Dalam Perbup 14/2011 dijelaskan, label yang digunakan adalah rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah, pelatihan dan pendidikan formal, maupun bimtek implementasi peraturan perundang-undangan. Ada juga yang memakai label kunker pimpinan dan anggota DPRD dalam daerah, peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota, hingga sosialisasi perundang-undangan.
Yang menarik, dari semua penggunaan anggaran tersebut, masing-masing item uraian ada label perjalanan dinas untuk pimpinan dan anggota dewan. Karena itu, bila dibuat perhitungan kasar, rata-rata per anggota dewan setiap tahun mendapat tambahan pendapatan dari perjalanan dinas sejumlah Rp 210,082 juta! dengan perhitungan Rp 10,504 miliar dibagi 50 anggota dewan.
Bagaimana dengan 2012? Rasanya hitung-hitungan dan model penyerapan anggarannya tak jauh berbeda. Bahkan, tidak menutup kemungkinan besaran pendapatan tambahan yang akan diterima anggota dewan (di luar uang representasi) lebih besar. Sebab, hitung-hitungan tersebut berdasar alokasi total anggaran yang dikelola sekretariat DPRD (Setwan) selama 2011 yang sebesar Rp 18 miliar. Sementara, pada 2012 ini, jika usulan perubahan APBD 2012 disetujui paripurna, Setwan akan mengelola anggaran hingga Rp 30 miliar lebih.

Mendorong Kontrol   
Dengan postur anggaran demikian, rasanya para pemangku kepentingan (stakeholders), tidak patut pula berdiam diri. Para aktivis mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Ormas, Ornop, akademisi, Parpol hingga jurnalis, dan pemangku kepentingan lain rasanya perlu untuk mendorong akuntabilitas dan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.
Kita tidak menolak kunker, bimtek, atau stuba, karena toh secara legal formal tidak menyalahi peraturan perundang-undangan. Tetapi, setidak-tidaknya ada pertanggungjawaban yang rasional dan logis dari penggunaan dana tersebut. Karena, rasanya publik belum pernah kok tahu (apalagi memahami dalam konstruksi yang benar) soal apa yang dilakukan dan dihasilkan anggota dewan pasca kunker. Pada titik inilah sebenarnya kita patut mempertanyakannya, sekaligus menuntut pertanggungjawaban karena ada andil dari uang pajak kita. [*]

Ujung Blok Lingkar, 4 Agustus 2012        

*) Tayang di Jawa Pos Radar Bojonegoro Edisi 6 Agustus 2012, Halaman 30.

No comments:

Post a Comment