KOLOM ini bermula
dari diskusi kecil penulis belum lama ini. Penulis semula jengah menulis
kembali kunjungan kerja (kunker), studi banding (stuba), bimbingan teknis
(bimtek) atau apapun yang berkaitan dengan perjalanan dinas anggota DPRD
Bojonegoro.
Jengah karena sebenarnya
belum lama penulis menulis kolom Kunker Anggota DPRD dan Kepatutan Publik
di pada koran yang sama, edisi 18 September 2011 lalu. Tetapi, penulis harus
menulisnya kembali karena rasanya kunker, stuba, ataupun bimtek yang dilakukan oleh
anggota DPRD Bojonegoro akhir-akhir memasuki level tinggi. Atau mungkin bahasa
yang tepat adalah Stadium IV.
Kolom ini juga bukan
dimaksudkan mengurusi ‘rumah tangga’ lembaga pemerintahan daerah, DPRD. Namun,
sebagai lembaga yang sumber pendanaannya dari APBD, penulis memandang patut mempertanyakannya,
karena sedikit banyak kita (termasuk Anda) adalah pembayar pajak, yang sebagian
di antaranya masuk APBD.
Jadi, sudah
sepantasnya kalau kemudian kita mempertanyakan asas manfaat dan kegunaannya.
Lagi pula, penulis tidak mau dikatakan sebagai orang yang memiliki
selemah-lemahnya iman saat melihat kekurangpatutan bersimaharajalela di depan
mata. Setidaknya-tidaknya melalui tulisan.
Pemborosan
Anggaran
Kalau Anda
mencermati aktivitas kunker dan bimtek anggota dewan akhir-akhir ini mungkin
pantas geleng-geleng kepala. Mari kita lihat statistiknya. Selama Juli 2012,
anggota dewan bimtek tentang sosialisasi perundang-undangan di Jakarta hingga
dua kali. Selain bimtek, selama Juli pula mereka belasan kali kunker ke
berbagai daerah.
Rinciannya, kunker
luar provinsi tiga kali, dan kunker dalam provinsi tiga kali. Ingat, seluruhnya
dilakukan oleh semua anggota komisi (A, B, C, dan D) berikut pimpinan dewan.
Dari jumlah itu, apabila dipersentase, selama Juli 2012 aktivitas anggota dewan
80 persennya kunker dan bimtek! Karena, menurut pengamatan penulis, selama Juli
rata-rata komisi DPRD hearing dua hari.
Di awal Agustus
kegiatan serupa masih dilakukan. Berdasarkan jadwal dari badan musyawarah
(Banmus) DPRD, seluruh komisi kunker kembali pada 2-4 Agustus 2012. Praktis,
mereka hadir hanya pada 1 Agustus, itupun untuk mengambil gaji (Jawa Pos
Radar Bojonegoro, 4 Agustus 2012). Setelah ini, anggota dewan ‘jeda’
kunker, untuk kembali kunker lagi (khusus untuk badan legislatif) pada akhir
Agustus.
Kunker seolah
menjadi primadona baru bagi anggota dewan untuk mengeluarkan dana APBD. Menurut
analisa Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Timur, kunker dan studi banding
merupakan modus baru anggota DPRD dalam memboroskan uang APBD.
Analisa FITRA Jawa
Timur, seperti menemukan pembenarannya. Dalam kajian anggaran DPRD yang
dilakukan oleh IDFoS beberapa waktu lalu, selama 2011 total biaya kegiatan luar
kantor Rp 11,612 miliar. Dengan rincian, total biaya perjalanan dinas dalam daerah
Rp 487,850 juta, serta total biaya perjalanan dinas luar daerah Rp 10,016
miliar. Angka-angka ini tidak ngawur dan tak asal sebut, tetapi berbasis dan
bersumber dari Perbup Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penjabaran APBD Bojonegoro
2011.
Memang, tidak semua
penggunaan anggaran menggunakan label kunker. Dalam Perbup 14/2011 dijelaskan,
label yang digunakan adalah rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah,
pelatihan dan pendidikan formal, maupun bimtek implementasi peraturan
perundang-undangan. Ada
juga yang memakai label kunker pimpinan dan anggota DPRD dalam daerah,
peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota, hingga sosialisasi
perundang-undangan.
Yang menarik, dari
semua penggunaan anggaran tersebut, masing-masing item uraian ada label perjalanan
dinas untuk pimpinan dan anggota dewan. Karena itu, bila dibuat perhitungan
kasar, rata-rata per anggota dewan setiap tahun mendapat tambahan pendapatan
dari perjalanan dinas sejumlah Rp 210,082 juta! dengan perhitungan Rp 10,504
miliar dibagi 50 anggota dewan.
Bagaimana dengan
2012? Rasanya hitung-hitungan dan model penyerapan anggarannya tak jauh
berbeda. Bahkan, tidak menutup kemungkinan besaran pendapatan tambahan yang
akan diterima anggota dewan (di luar uang representasi) lebih besar. Sebab,
hitung-hitungan tersebut berdasar alokasi total anggaran yang dikelola
sekretariat DPRD (Setwan) selama 2011 yang sebesar Rp 18 miliar. Sementara,
pada 2012 ini, jika usulan perubahan APBD 2012 disetujui paripurna, Setwan akan
mengelola anggaran hingga Rp 30 miliar lebih.
Mendorong Kontrol
Dengan postur
anggaran demikian, rasanya para pemangku kepentingan (stakeholders),
tidak patut pula berdiam diri. Para aktivis
mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Ormas, Ornop, akademisi, Parpol hingga
jurnalis, dan pemangku kepentingan lain rasanya perlu untuk mendorong
akuntabilitas dan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.
Kita tidak menolak
kunker, bimtek, atau stuba, karena toh secara legal formal tidak
menyalahi peraturan perundang-undangan. Tetapi, setidak-tidaknya ada
pertanggungjawaban yang rasional dan logis dari penggunaan dana tersebut. Karena,
rasanya publik belum pernah kok tahu (apalagi memahami dalam konstruksi
yang benar) soal apa yang dilakukan dan dihasilkan anggota dewan pasca kunker.
Pada titik inilah sebenarnya kita patut mempertanyakannya, sekaligus menuntut
pertanggungjawaban karena ada andil dari uang pajak kita. [*]
Ujung Blok
Lingkar, 4 Agustus 2012
*) Tayang di Jawa
Pos Radar Bojonegoro Edisi 6 Agustus 2012, Halaman 30.
No comments:
Post a Comment