Ada dua momen besar yang akan dan sedang
berlangsung dalam intensitas tinggi di Bojonegoro. Dua kata itu saling terkait
dan bahkan berhubungan. Minyak dan Gas (Migas), serta politik, lebih fokusnya
adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Bojonegoro. Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Bojnegoro menjadwalkan Pemilukada berlangsung pada 10
November 2012 mendatang.
Migas menjadi isu sentral dan strategis,
karena akhir-akhir ini berbagai kegiatan penunjang percepatan puncak produksi
pada tahun 2015 dari lapangan minyak Blok Cepu, terus digenjot operator, Mobil
Cepu Ltd. (MCL), berikut kontraktornya. Khususnya penyediaan fasilitas dan
sarana untuk engineering, procurement and construction (EPC) 1, 2, dan 5
yang akan mengarungi sebagian wilayah Kabupaten Bojonegoro.
Karena itu, dibutuhkan iklim kondusif untuk
tujuan bersama agar penuntasan EPC 1, 2, dan 5 dapat berjalan sesuai dengan
jadwal. Sebab, dengan komitmen bersama dari berbagai pihak, khususnya antara
operator dan pemerintah, harapan Pemerintah Pusat yang menggantungkan produksi
minyak dari Blok Cepu mampu menumbang 10 persen kebutuhan minyak nasional akan
terpenuhi, tepat pada waktunya.
Masalahnya adalah dalam waktu yang tidak
terlalu lama, persisnya 10 November 2012, Kota Ledre akan mempunyai hajatan
politik yang besar: Pemilukada. Semua pasti tahu, Pemilukada akan menyedot
energi besar berbagai pemangku kepentingan. Tidak terkecuali juga aparatur
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Hampir bisa dipastikan mereka akan terlibat
dalam banyak aktivitas dari ekses yang timbul dari dinamika politik lokal. Sementara
di waktu bersamaan, Pemkab Bojonegoro diberi tenggat waktu oleh Pemerintah
Pusat untuk bersama-sama mendukung proyek nasional dari lapangan minyak Blok
Cepu.
Tudingan dari Badan Pelaksana (BP) Migas
bahwa Pemkab Bojonegoro dinilai menghambat perizinan untuk EPC 1, dan 5,
terlepas dari argumentasi Pemkab Bojonegoro yang menolak dikatakan menghambat,
adalah salah satu bukti bahwa proyek nasional minyak dari Blok Cepu tidak bisa
dianggap sambil lalu atau dikesampingkan.
‘Ketegangan’ antara Pemkab Bojonegoro dengan
BP Migas-Pemerintah Pusat bahkan sempat menghangat. Bahkan, sampai-sampai ada
niatan dari Menteri ESDM untuk mengajak Bupati Bojonegoro Suyoto untuk menemui
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), khusus untuk membicarakan masalah
progress Blok Cepu.
Sekalipun ketegangan tersebut kini sudah mulai
mencair, setidak-tidaknya kita memiliki suatu gambaran bahwa potensi konflik
kepentingan (conflict of interest) akan selalu menjadi laten, dan suatu
saat bisa saja mencuat. Mengingat, masih ada banyak hal yang belum tertuntaskan
dalam persiapan percepatan puncak produksi minyak dari lapangan Banyuurip, Blok
Cepu. Alasannya, selain EPC 1, proyek penunjang dan pengembangan lapangan
Banyuurip lainnya ada, yaitu EPC 2 dan EPC 5.
Dengan kata lain, sebenarnya antara Migas dan
Pemilukada Bojonegoro berkaitan erat. Ingat, siapapun bupati yang nanti akan
terpilih, akan melewati masa puncak produksi minyak dari Blok Cepu yang
diperkirakan akan berlangsung pada 2015 hingga 2016. Jika Pemilukada Bojonegoro
berlangsung 10 November 2012, sangat mungkin juga pelantikan bupati dan wakil
bupati terpilih akan dilantik pada awal tahun 2013. Artinya, masa jabatan
bupati akan berlangsung hingga 2018.
Siapapun pelaku ekonomi, termasuk investor
migas, pasti menginginkan suatu iklim usaha yang kondusif guna mendukung
kelancaran coor bisnis dan usahanya. Tidak terkecuali operator migas
yang menjalankan usaha di Bojonegoro. Bukan rahasia lagi pula apabila operator
migas pun menginginkan adanya sebuah kepastian hukum yang memperlancar
usaha-usahanya, termasuk kemudahan perizinan yang dibutuhkan untuk EPC 1, 2,
dan 5.
Artinya, agenda besar Pemerintah Pusat di
balik proyek nasional minyak dari Blok Cepu, bukan tidak mungkin akan menjadi
pendulum siapa yang ‘direstui’ untuk menjadi bupati. Akankah bupati yang terpilih
kelak adalah orang-orang yang ‘ramah’ dengan industri migas? Menarik untuk
ditunggu. [*]
No comments:
Post a Comment