Sunday, June 26, 2016

Catatan Reboan (2)



Inovasi versus Regulasi




Kalau Anda mencermati perkembangan di media massa belakangan ini, ada persoalan menarik antara Dinas Perhubungan (Dishub) Bojonegoro dengan Polres Bojonegoro, lebih tepatnya pada jajaran Satuan Lalu Lintas (Satlantas). Pemicu kontroversi tersebut adalah mengenai ide Dishub yang berniat mengoperasionalkan Becak Inovasi.
Polemik menjadi menarik karena baik Dishub dan Satlantas Polres Bojonegoro mempunyai cara pandang yang tidak sama. Dishub memandang Becak Inovasi atau Becin merupakan terobosan, ide dan inovasi untuk menjawab problem perlalulintasan di Bojonegoro. Versi Dishub, ada unsur pemberdayaan di dalamnya.
Jika dilihat dengan cermat, dasar yang digunakan Dishub juga lumayan kuat. Dishub merekayasa becak tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, khususnya pasal 12 ayat 3.
Dishub berpandangan, Becak Inovasi tak bertentangan dengan hukum. Becin tidak termasuk dalam klausul yang diatur dalam Pasal 277 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang selama ini menjadi dasar Satlantas Polres.  
Versi Dishub, UU LLAJ tidak menyebut secara spesifik sebagai becak motor, namun modifikasi motor. Sementara, Becin tidak memodifikasi motor, melainkan mesin yang biasa digunakan dalam disel parut kepala. Kecepatan Becin juga tidak melebihi 25 kilometer per jam. Dan lagi, Becin tak melintas di jalur provinsi dan nasional. Hanya jalan kabupaten dan desa.
Di sisi lain, Satlantas Polres memandang ide dan inovasi Becin merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran UU LLAJ. Versi Satlantas, berdasarkan UU LLAJ, Becin tidak masuk dalam kendaraan bermotor. Mengacu UU LLAJ, hanya ada lima tipe kendaraan bermotor.
Yaitu, sepeda motor, mobil, angkutan barang, truk, dan kendaraan khusus (ransus). Becin tidak masuk dalam kelima jenis kendaraan bermotor tersebut. Karena itu, meski memakai mesin diesel yang tak berkecepatan tinggi, tetap saja polisi tidak bisa mengizinkannya melintas di jalan raya. Sebab, kendaraan bermotor yang boleh melintas di jalan raya adalah yang terdaftar legal di KB Samsat.
***
Manakah yang benar? Tulisan ini tidak bermaksud untuk memilih mana yang benar? Tetapi lebih menganalisisnya dalam berbagai perspektif. Mari kita diskusikan. Dasar yang digunakan Satlantas Polres, lebih pada regulasi. Kalau ini yang menjadi landasan dan satu-satunya yang menjadi pertimbangan dijalankan dan tidaknya Becin, ada benarnya dasar polisi.
Dasarnya begini. Dalam hirarkie sistematika hukum dan perundangan di Indonesia, tentu saja posisi Undang-Undang yang disahkan Pemerintah dan DPR RI lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah (PP). Posisi hirarkie hukumnya di bawah sedikit dari UU Dasar.
Masalahnya adalah ada perbedaan penafsiran dalam memahami diksi kendaraan bermotor yang diatur dalam UU LLAJ. Sementara, Becin tidak masuk kategori kendaraan bermotor. Alasannya, spesifikasi mesin yang digunakan bukan tergolong motor, melainkan mesin disel berkapasitas sangat kecil. Karena, diesel ini selama ini lebih banyak digunakan untuk mesin parut kelapa.
Apalagi, dalam hukum kita mengenal ada kaidah berbunyi begini: jika tidak secara eksplisit atau tertulis tentang larangan sesuatu dalam sebuah teks hukum, berarti diperbolehkan digunakan. Dengan kata lain, penafsiran sebuah diksi dalam teks hukum, dinafikan. Tetapi tentu saja hal ini sebatas pendapat pribadi penulis dan dibutuhkan tinjauan hukum lebih mendalam dari pakar.
Di sisi lain, Becak Inovasi sebenarnya justru merupakan bentuk inovasi yang perlu dipandang sebagai sebuah terobosan untuk memajukan atau meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin kota, dalam hal ini tukang becak.    
Bahkan, kalau mau ditarik lebih jauh, inovasi dengan melahirkan karya dalam bentuk Becak Inovasi merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang ekonomi. Yakni, hak untuk memperoleh kehidupan yang layak dan hak untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kalaupun kemudian menimbulkan perdebatan atau lebih tepatnya penafsiran yang berbeda, justru idealnya persoalan ini dijadikan sebagai bahan diskusi publik, yang menghadirkan berbagai pihak dengan latar belakang yang berbeda. Dalam konteks inilah pemerintah daerah dan stakeholder lainnya harus terus didorong untuk melahirkan inovasi, demi tercapainya peningkatan kualitas hidup. Salam Reboan... (*)  

Ujung Sersan Mulyono, 22 Juni 2016

*) Direktur IDFoS Indonesia
**) Ditayangkan di website IDFoS Indonesia (www.idfos.or.id) 

No comments:

Post a Comment