Tuesday, March 27, 2012

Vis a Vis Pusat dan Daerah

Polemik kelanjutan kegiatan konstruksi, pengadaan, dan rekayasa (engineering, procurement, and construction (EPC)-1 lapangan Banyuurip, Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro, akhirnya tuntas. Pemkab Bojonegoro akhirnya mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) proyek penunjang puncak produksi Blok Cepu yang ditangani konsorsium PT Tripatra-Samsung itu.
Hemat penulis, terbitnya IMB untuk EPC-1 hanyalah awal dari perjalanan panjang ‘dinamika’ sosial yang sangat mungkin kerap mengiringi menjelang puncak produksi minyak Blok Cepu tahun 2014 mendatang. Sebab, jika dicermati, enam komitmen yang sebenarnya merupakan pra-syarat keluarnya IMB, belum sepenuhnya terealisasi. Khususnya berkaitan dengan tukar guling tanah kas desa yang digunakan untuk keperluan EPC-1.
Jika dicermati, sebenarnya tarik ulur penerbitan IMB terjadi karena belum ketemunya ekspektasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Pemkab Bojonegoro). Pusat berkepentingan dengan peningkatan puncak produksi minyak Blok Cepu secepat mungkin. Diharapkan tercapai pada tahun 2014. Jika ini tercapai, harapan Indonesia kembali tercatat sebagai anggota OPEC (organisasi negara-negara penghasil minyak dunia) akan tercapai.
Pusat serius menyiapkannya. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. Presiden SBY menginstruksikan, pencapaian produksi minyak bumi nasional paling sedikit rata-rata 1,01 juta barel per hari pada tahun 2014 untuk mendukung peningkatan ketahanan energi.
Presiden menginstruksikan kepada 11 menteri, dan beberapa petinggi badan fungsional seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta pejabat daerah, termasuk gubernur dan bupati/wali kota, untuk melakukan sejumlah langkah, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Kemudahan Perizinan
Secara khusus, Presiden menginstruksi kepada bupati untuk melakukan dua hal. Pertama, melakukan percepatan dan kemudahan perizinan (!) terkait dengan upaya peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan, kedua, memberikan dukungan dan melakukan kebijakan dalam rangka mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional. Artinya, Pusat sebenarnya memiliki daya paksa menekan daerah agar memberikan kemudahan perizinan demi kelancaran produksi puncak Blok Cepu.
Tetapi masalahnya tidak semudah itu, bukan? Pemkab bersikukuh belum memberikan IMB, karena operator dinilai belum mampu merealisasikan enam komitmen yang sudah diteken bersama. Di antaranya, tukar guling tanah kas desa seluas 13,2 hektare untuk proyek Blok Cepu. Pemkab tidak kunjung memberikan IMB, karena saat ini sentimen masyarakat lokal terhadap keberadaan migas dalam sensivitas yang tinggi. Mencuatnya konflik berbasis pertambangan di beberapa daerah di Indonesia, seperti Mesuji, Bima, dan Freeport di Papua, sedikit banyak memberikan referensi dan ‘pencerahan’ bagi daerah.
Pemkab Bojonegoro melihat hal itu sebagai potensi konflik horizontal yang bisa saja meluas. Jika pemkab menyetujui dengan memberikan IMB, meski enam item belum terealisasi semua, sangat mungkin muncul gejolak. Tentu tidak diinginkan kepala daerah, karena November 2012 Pemilukada Bojonegoro dihelat. Kepala daerah selaku incumbent, tentunya tidak ingin citra politik dan nama baiknya di mata publik tercederai, bukan?
Peran BPN dan Mendagri
Salah satu problem yang menyebabkan IMB EPC-1 Blok Cepu belum turun adalah karena proses tukar guling lahan bengkok desa pada item pertama belum tuntas. Pihak operator menginginkan tukar guling diproses lebih dahulu, sehingga IMB EPC-1 segera keluar. Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri menginginkan proses tukar guling dilakukan bersamaan dengan Tuban, karena sebagian tanah kas desa di Tuban ada yang tercakup dalam proyek EPC-2 (jalur pipanisasi ke laut lepas pantai Tuban).
Di sinilah sebenarnya peran Kepala BPN dan Mendagri dapat lebih dioptimalkan. Sebagaimana Inpres Nomor 2 Tahun 2012, kepala BPN seyogyanya mempercepat proses pemberian hak atas tanah yang dipergunakan untuk mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional. Serta,
memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan yang
mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional. BPN perlu mengambil langkah-langkah agar proses tukar guling tanah berjalan sesuai harapan Pemerintah Pusat, sekaligus tidak memberatkan pemerintah daerah.
Begitu pula Mendagri, secepatnya menginventarisasi dan mengkaji peraturan daerah yang dinilai menghambat peningkatan produksi minyak bumi nasional, serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda dalam mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional. Ada sinyalemen beberapa diktum dalam Perda Nomor 23 Tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas di Bojonegoro, menghambat Pusat merealisasikan target produksi minyak nasional.
Tarik ulur, untuk sementara, selesai. IMB EPC-1 terbit. Masing-masing pihak (Pusat, Pemkab, dan operator) sudah menyiapkan roadmap untuk merealisasikan enam komitmen, sembari menambahkan catatan menjadikan Perda 23/2011 sebagai pengikat komitmen. Agar ekspektasi Pusat dan Pemkab bisa berkelindan. Agar tidak ada dusta di antara kita. (*)

Bawah Titian, 23 Maret 2012
*) Tayang di Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group) Edisi 26 Maret 2012 halaman 26.

No comments:

Post a Comment