Jumat Mubarak, Bahagianya
Mencium Hajar Aswad
Dilandasi rasa kurang puas karena hanya thawaf di lantai dua pada Kamis malam, pada hari Jumat (13/2) pagi, sekitar pukul 10.00, wartawan koran ini bertekad thawaf sunat persis di depan Kakbah Baitullah. Sekaligus berikhtiar mencium hajar aswad.
Usaha
itu memang hanya bisa dilakukan setelah kita menjalankan ibadah umrah. Sebab,
saat kita masih mengenakan pakaian ihram pada umrah Kamis malam, berlakukan
sejumlah larangan, termasuk mengenakan minyak wangi.
Sementara,
baru hajar aswad sangat wangi karena banyak dilumuri minyak wangi. Sehingga,
kalau kena pakaian ihram, batallah umrahnya. Pertimbangan itulah yang akhirnya
melandasi sejumlah jamaah umrah Farfasa Tour & Travel, termasuk penulis,
untuk mendekati Kakbah pada hari Jumat yang penuh mubarok tersebut.
Selama
berangkat dari hotel tempat menginap hingga Masjidilharam, penulis tak
henti-hentinya istighfar, sembari berniat tawakkal kepada Allah, agar diberi
kesempatan mencium hajar aswad dengan jalan apapun yang dikehendaki-Nya.
Karena,
seperti banyak diceritakan jamaah haji dan umrah, tidak semua orang dapat
berkesempatan salat di hijir Ismail, Multazam, apalagi mencium hajar
aswad. "Mencium hajar aswad itu seperti rezeki, usaha apapun kalau
tidak rezekinya, ya tidak bisa. Sebaliknya, kalau sudah jadi rezekinya ya tetap
saja akan datang kesempatan itu," kata Sukardi, mantan Kapolsek di Bojonegoro
yang menjadi salah seorang jamaah Farfasa.
Penulis
semakin bersemangat mendekat ke Kakbah, karena hari itu Jumat yang penuh
keberkahan. Meskipun, jumlah jamaah yang mendekat jauh lebih banyak. Ikhtiar
itu penulis awali dengan masuk melalui baabu mulk fahd (pintu raja fahd).
Masalahnya, saat itu sejumlah asykar sudah bersiap menutup pintu masuk
Masjidilharam.
Memang,
satu jam sebelum salat dimulai, seluruh pintu (dulu ada 99, namun setelah
direnovasi, belum diketahui jumlahnya tinggal berapa) masuk Masjidilharam sudah
ditutup. Apalagi pas hari Jumat, dua hingga tiga jam sebelum Jumatan, pintu
sudah ditutup. Karena itu, sejumlah jamaah yang berniat masuk pintu raja fahd,
ditolak masuk semua oleh asykar.
Namun,
mungkin inilah yang disebut kebesaran Allah SWT, mendadak saat penulis
nyelonong masuk pintu, dua asykar yang berjaga dan memasang pintu penutup
membiarkan saja. Ploong rasanya bisa masuk. Penulis pun lolos dan akhirnya
bablas bisa masuk ke lantai dasar yang lurus dengan arah Kakbah. Allahu Akbar.
Tanpa
pikir panjang, penulis menuju lokasi thawaf di depan kakbah, yang pagi itu juga
sudah dipenuhi jamaah. Thawaf dimulai dari sudut hajar aswad, yang ditandai
dengan lampu hijau. Selama thawaf, perlahan demi perlahan, penulis berjalan
menepi ke kiri agar lebih dekat dengan Kakbah.
Dan
akhirnya berhasil. Saat memasuki putaran ketiga, penulis berhasil berada persis
di depan pagar pembatas kakbah, yang merupakan tempat hijir ismail. Saat itu,
sebenarnya penulis sudah hendak mendekat ke hajar aswad, namun ratusan orang
tampak berebut mencium hajar aswad.
Melihat
kondisinya belum memungkinkan, penulis memilih salat sunat dua rakaat di hijir
Ismail, yang relatif masih bisa ditembus, meski juga berdesakan. Salat pun
berhimpitan dan dilangkahi orang, karena banyak juga salat di hijir ismail.
Perasaan haru dan bahagia bercampur aduk saat penulis salat di hijir ismail.
Usai
salat, selagi masih ada kesempatan, penulis menyelinap dan masuk mendekat ke
kakbah. Ya Allah, tak terasa penulis menangis tersedu-sedu, saat mencium kain
hitam yang membungkus Kakbah. Segala doa penulis panjatkan di hijir ismail dan
saat mencium Kakbah, subhanallah.
Mengetahui
saya cukup lama berada di situ, asykar pun memberi kode ke penulis untuk
gantian kepada jamaah lain. Selanjutnya, penulis menuju hajar aswad yang masih
dikerubuti dan dijubeli banyak orang. Dari kejauhan, penulis sempat berpikir,
"Masak bisa masuk ke situ dan mencium hajar aswad, karena harus berdesakan
dengan banyak orang dan besar-besar pula."
Namun,
dengan bertekad bismillah dan rezeki, penulis bertekad masuk dan berebut dengan
banyak orang. Rasanya memang berat untuk mendekat. Badan terjepit dengan
orang-orang besar. Bahkan,
penulis sempat merasa sesak bernapas, karena saking rapatnya himpitan dengan
banyak orang. Saat itu sempat terlintas penulis akan keluar dari himpitan
banyak orang.
Apalagi,
pada saat bersamaan, ada dua perempuan asal Palestina yang sempat terinjak
jamaah pria, dan menjerit-jerit minta tolong. Akhirnya, dua perempuan tersebut
keluar dari arena dan menjauh dari hajar aswad.
Namun,
mengingat sudah masuk, jauh dari rumah, dan yakin akan berhasil, penulis
bertekad melanjutkan ikhtiar ke hajar aswad. Dan, setelah berjuang dengan keras
menahan himpitan badan jamaah lain yang jauh lebih besar dan menahan sesak
napas dan panas matahari, atas pertolongan Allah, seolah tangan ini tiba-tiba
mampu menjangkau hajar aswad.
Kemudian,
entah bagaimana caranya, tiba-tiba penulis seperti punya daya dan akhirnya
kepala ini masuk cekungan dan mencium hajar aswad. Masya Allah, Alhamdulillah. Namun,
beberapa detik kemudian, kepala penulis seperti ditarik jamaah lain,
seolah ingin bergantian merasakan mencium hajar aswad. Meskipun hanya beberapa
detik, rasanya hati ini benar-benar lega dan plong bisa mencium hajar aswad.
Rasanya,
kebahagiaan ini sudah lengkap, karena hari itu semua tekad penulis terwujud;
thawaf sunah di depan Kakbah langsung, salat di hijir Ismail, berdoa di
multazam, sekaligus mencium hajar aswad dan salat Jumat di kiblat umat Islam
sedunia. Benar-benar Jumat yang mubarok. Alhamdulillah. (*/bersambung)
*) Tayang di Jawa Pos Radar
Bojonegoro Edisi 18 Februari 2015, Halaman 29
No comments:
Post a Comment