Friday, March 6, 2015

Catatan Perjalanan Umrah di Tanah Suci Madinah dan Makkah (7)

Jumat Mubarak, Bahagianya Mencium Hajar Aswad

Dilandasi rasa kurang puas karena hanya thawaf di lantai dua pada Kamis malam, pada hari Jumat (13/2) pagi, sekitar pukul 10.00, wartawan koran ini bertekad thawaf sunat persis di depan Kakbah Baitullah. Sekaligus berikhtiar mencium hajar aswad.
Usaha itu memang hanya bisa dilakukan setelah kita menjalankan ibadah umrah. Sebab, saat kita masih mengenakan pakaian ihram pada umrah Kamis malam, berlakukan sejumlah larangan, termasuk mengenakan minyak wangi.
Sementara, baru hajar aswad sangat wangi karena banyak dilumuri minyak wangi. Sehingga, kalau kena pakaian ihram, batallah umrahnya. Pertimbangan itulah yang akhirnya melandasi sejumlah jamaah umrah Farfasa Tour & Travel, termasuk penulis, untuk mendekati Kakbah pada hari Jumat yang penuh mubarok tersebut.
Selama berangkat dari hotel tempat menginap hingga Masjidilharam, penulis tak henti-hentinya istighfar, sembari berniat tawakkal kepada Allah, agar diberi kesempatan mencium hajar aswad dengan jalan apapun yang dikehendaki-Nya.
Karena, seperti banyak diceritakan jamaah haji dan umrah, tidak semua orang dapat berkesempatan salat di hijir Ismail, Multazam, apalagi mencium hajar aswad.  "Mencium hajar aswad itu seperti rezeki, usaha apapun kalau tidak rezekinya, ya tidak bisa. Sebaliknya, kalau sudah jadi rezekinya ya tetap saja akan datang kesempatan itu," kata Sukardi, mantan Kapolsek di Bojonegoro yang menjadi salah seorang jamaah Farfasa.
Penulis semakin bersemangat mendekat ke Kakbah, karena hari itu Jumat yang penuh keberkahan. Meskipun, jumlah jamaah yang mendekat jauh lebih banyak. Ikhtiar itu penulis awali dengan masuk melalui baabu mulk fahd (pintu raja fahd). Masalahnya, saat itu sejumlah asykar sudah bersiap menutup pintu masuk Masjidilharam.
Memang, satu jam sebelum salat dimulai, seluruh pintu (dulu ada 99, namun setelah direnovasi, belum diketahui jumlahnya tinggal berapa) masuk Masjidilharam sudah ditutup. Apalagi pas hari Jumat, dua hingga tiga jam sebelum Jumatan, pintu sudah ditutup. Karena itu, sejumlah jamaah yang berniat masuk pintu raja fahd, ditolak masuk semua oleh asykar.
Namun, mungkin inilah yang disebut kebesaran Allah SWT, mendadak saat penulis nyelonong masuk pintu, dua asykar yang berjaga dan memasang pintu penutup membiarkan saja. Ploong rasanya bisa masuk. Penulis pun lolos dan akhirnya bablas bisa masuk ke lantai dasar yang lurus dengan arah Kakbah. Allahu Akbar.
Tanpa pikir panjang, penulis menuju lokasi thawaf di depan kakbah, yang pagi itu juga sudah dipenuhi jamaah. Thawaf dimulai dari sudut hajar aswad, yang ditandai dengan lampu hijau. Selama thawaf, perlahan demi perlahan, penulis berjalan menepi ke kiri agar lebih dekat dengan Kakbah.
Dan akhirnya berhasil. Saat memasuki putaran ketiga, penulis berhasil berada persis di depan pagar pembatas kakbah, yang merupakan tempat hijir ismail. Saat itu, sebenarnya penulis sudah hendak mendekat ke hajar aswad, namun ratusan orang tampak berebut mencium hajar aswad.
Melihat kondisinya belum memungkinkan, penulis memilih salat sunat dua rakaat di hijir Ismail, yang relatif masih bisa ditembus, meski juga berdesakan. Salat pun berhimpitan dan dilangkahi orang, karena banyak juga salat di hijir ismail. Perasaan haru dan bahagia bercampur aduk saat penulis salat di hijir ismail.
Usai salat, selagi masih ada kesempatan, penulis menyelinap dan masuk mendekat ke kakbah. Ya Allah, tak terasa penulis menangis tersedu-sedu, saat mencium kain hitam yang membungkus Kakbah. Segala doa penulis panjatkan di hijir ismail dan saat mencium Kakbah, subhanallah.
Mengetahui saya cukup lama berada di situ, asykar pun memberi kode ke penulis untuk gantian kepada jamaah lain. Selanjutnya, penulis menuju hajar aswad yang masih dikerubuti dan dijubeli banyak orang. Dari kejauhan, penulis sempat berpikir, "Masak bisa masuk ke situ dan mencium hajar aswad, karena harus berdesakan dengan banyak orang dan besar-besar pula."
Namun, dengan bertekad bismillah dan rezeki, penulis bertekad masuk dan berebut dengan banyak orang. Rasanya memang berat untuk mendekat. Badan terjepit dengan orang-orang besar. Bahkan, penulis sempat merasa sesak bernapas, karena saking rapatnya himpitan dengan banyak orang. Saat itu sempat terlintas penulis akan keluar dari himpitan banyak orang.
Apalagi, pada saat bersamaan, ada dua perempuan asal Palestina yang sempat terinjak jamaah pria, dan menjerit-jerit minta tolong. Akhirnya, dua perempuan tersebut keluar dari arena dan menjauh dari hajar aswad.
Namun, mengingat sudah masuk, jauh dari rumah, dan yakin akan berhasil, penulis bertekad melanjutkan ikhtiar ke hajar aswad. Dan, setelah berjuang dengan keras menahan himpitan badan jamaah lain yang jauh lebih besar dan menahan sesak napas dan panas matahari, atas pertolongan Allah, seolah tangan ini tiba-tiba mampu menjangkau hajar aswad.
Kemudian, entah bagaimana caranya, tiba-tiba penulis seperti punya daya dan akhirnya kepala ini masuk cekungan dan mencium hajar aswad. Masya Allah, Alhamdulillah. Namun, beberapa detik kemudian,  kepala penulis seperti ditarik jamaah lain, seolah ingin bergantian merasakan mencium hajar aswad. Meskipun hanya beberapa detik, rasanya hati ini benar-benar lega dan plong bisa mencium hajar aswad.
Rasanya, kebahagiaan ini sudah lengkap, karena hari itu semua tekad penulis terwujud; thawaf sunah di depan Kakbah langsung, salat di hijir Ismail, berdoa di multazam, sekaligus mencium hajar aswad dan salat Jumat di kiblat umat Islam sedunia. Benar-benar Jumat yang mubarok. Alhamdulillah. (*/bersambung)

*) Tayang di Jawa Pos Radar Bojonegoro Edisi 18 Februari 2015, Halaman 29

No comments:

Post a Comment