Wednesday, June 9, 2010

Merawat (Kembali) Kepercayaan

Rakyat Indonesia sempat mempunyai harapan besar negeri ini akan bersih (setidaknya berkurang) angka korupsinya saat republik ini membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Asa itu kemudian dibuktikan dengan kinerja KPK yang dengan tangkas menangkap sejumlah pejabat yang melakukan korupsi.
Sejumlah nama tenar, --terlebih di bawah kepemimpinan Antasari Azhar (AA), berhasil dibekuk oleh KPK baik dari jajaran eksekutif, legislatif, hingga yudikatif: sesuatu yang musykil dilakukan di masa-masa sebelumnya. Sebut saja, Al Amin Nasution (legislatif), Tri Urip Gunawan (yudikatif), hingga Aulia Pohan, mantan petinggi Bank Indonesia yang juga besan SBY sendiri!
Pendek kata, sepak terjang KPK luar biasa. Mengagumkan, sekaligus memunculkan citra bahwa KPK adalah Mr. Clean. Dari sepak terjang itu pula kepercayaan masyarakat akan keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, --yang sebelumnya tergerus karena institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian tidak bisa diandalkan,--
mulai tumbuh kembali.
Akan tetapi, yang terjadi belakangan ini sungguh di luar dugaan. Mendadak, Ketua KPK dikaitkan dengan terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen, direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), 14 Maret lalu. Terlepas kebenarannya yang masih perlu pembuktian lebih dalam, dugaan keterlibatan AA dalam kasus ini mencoreng lembaga superbody tersebut.
Trust (kepercayaan) yang sebelumnya terpupuk di hati masyarakat, disadari atau tidak sedikit demi sedikit mulai terkikis. Kasus ini seolah menghancurkan kepercayaan rakyat. Masyarakat kini seperti berkata, ”Ternyata sudah tidak ada lagi yang bisa dipercaya di negeri ini. Semua sama saja.”
Menyangsikan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi di masa mendatang, sah sah saja. Akan tetapi, kesadaran bersama untuk memisahkan antara persoalan AA secara pribadi, dan ”melindungi”, serta ”membela” kelembagaan KPK dalam pemberantasan korupsi dengan tetap merawat kepercayaan untuknya, adalah sebuah keniscayaan yang harus kita miliki.
Janganlah satu-satunya asa yang kita punyai ini ikut-ikutan kita sirnakan. Dan itu jauh lebih penting dan bermartabat. Karena kepercayaan kita akan menjadi menjadi energi pendorong bagi KPK untuk membalasnya dengan kinerja memberantas korupsi dengan serius. Biarlah persoalan AA menjadi pelajaran dan hikmah yang tak ternilai, agar kinerja KPK menjadi lebih hati-hati dan penuh integritas moral, karena mantan ketuanya pernah terperosok.
Disinilah diperlukannya kejelian aparat kepolisian dalam menangani kasus AA. Apabila dalam perkembangannya didapat fakta bahwa AA tidak terlibat, harus ada pemulihan nama baik AA secara fair dan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Sebaliknya, jika ditemukan fakta bahwa AA terlibat dalam kasus Nasrudin, penyidik juga harus membeberkannya dengan fair dan objektif, bukan didasari sikap-sikap tendensius, apalagi dendam karena selama ini peran-peran penyelidikan dan penyidikan oleh polisi dan kejaksaan sempat ”dirampas” oleh KPK. Sikap ini penting ditekankan supaya trust masyarakat terhadap upaya penegakan hukum, lebih khusus pemberantasan korupsi, tumbuh kembali. Semoga.

Bojonegoro, 11 Mei 2009

*) Tulisan dimuat di Radar Bojonegoro edisi 12 Mei 2009, halaman 37.

No comments:

Post a Comment