Friday, July 2, 2010

Menulis Itu Menyehatkan

Adakah korelasi signifikan antara menulis dan kesehatan? Mungkin, sebagian orang akan mengatakan tak ada korelasinya, karena faktanya menulis dianggap pekerjaan yang rumit dan sulit. Sejauh ini, kajian atau penelitian ilmiah yang mencari benang merah atau titik temu hubungan antara menulis dan kesehatan, setidaknya belum pernah saya temui. Tetapi, pengalaman nyata berikut ini barangkali akan bisa memunculkan sebuah tesis, atau paling tidak sebuah hipotesa awal, bahwa menulis itu ternyata menyehatkan.
Tidak percaya? Simak kisah berikut ini. Anda mungkin mengenal nama Ferrasta Soebardi yang lebih kondang dengan panggilan Pepeng. Sosok yang melambung namanya lewat tayangan telekuis Jari-Jari? Pria kocak ini mengalami kelumpuhan mendadak dari pinggang hingga kaki. Penyakit misterius itu belakangan diketahui bernama multiple sclerosis (MS): sebuah penyakit yang sangat langka di Indonesia maupun Asia. Pepeng sempat tidak bisa menerima kondisinya, tetapi kini Pepeng malah menjadi tempat curhat penderita MS lainnya.
Pepeng memang pantang menyerah. Dia berjiwa baja dan tidak kenal putus asa. Meski sakit, dia masih melanjutkan studi S2 Psikologi di Universitas Indonesia. Hebatnya lagi, Pepeng juga tidak berhenti berkarya. Pepeng terus menuangkan ide-ide melalui laptop yang setia menemani hari-harinya di kamar tidur dan rumah sakit.
Bahkan, Pepeng menulis tiga buku sekaligus, yang berjudul Di Balik Jari-jari, Jika Anda Taubat di Tengah Jalan, dan Penyakit Pagi. Semuanya bercerita tentang hikmah pasang surut kehidupannya. ”Saya masih ingin berguna dan produktif, makanya tetap menulis. Saya manipulasi segala kekurangan menjadi kelebihan, dengan jalan penyakit ini saya teliti sendiri.” Demikian kata Pepeng. (kompas.com)
Dan anda tahu, sejak sering menulis, Pepeng seolah menemukan gairah hidup dan merasa ”sehat”. Meski, faktanya dia masih mengidap penyakit MS, serta masih rutin menjalani pengobatan. Namun, semangatnya untuk tak menyerah, dengan memeras otak, mengurai dan menata kata, membuatnya seperti sehat. Semangat itu pulalah yang mengantarkan Pepeng menjadi jujukan orang yang bernasib sama! Pepeng yang sakit malah menjelma menjadi inspirator!
Pengalaman Dahlan Iskan, mantan Chairman Jawa Pos Group yang kini menjadi Dirut PLN juga menjadi amtsal betapa dahsyatnya kekuatan menulis! Selang seminggu setelah menjani operasi transplantasi hati di Rumah Sakit Tianjin, Tiongkok, Dahlan Iskan sudah melanjutkan kebiasaan lamanya untuk menulis. Bahkan, jauh sebelum operasi tersebut dilakukan, Dahlan mengingat-ingat segala proses operasi di dalam memori otaknya, untuk dituangkan menjadi tulisan, kelak seminggu kemudian.
Sebagaimana dikutip dalam buku Ganti Hati, seminggu setelah operasi dilakukan, Dahlan sudah minta laptop. Dia memaksakan diri untuk memulai menuliskan palbagai pengalaman menjalani operasi. Sebagian agar tidak ada catatan di otaknya yang hilang, sebagian lagi untuk mengetes apakah masih bisa menulis atau tidak. Anda tahu, padahal tim dokter menyarankan agar selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan setelah operasi hati, Dahlan diminta untuk jangan sampai kena virus (termasuk tak boleh pilek), agar hati barunya tidak sampai terkontaminasi. Namun toh Dahlan tetap menulis, karena dia yakin dengan menulis beban di otak akan berkurang dan dengan sendirinya akan mempercepat proses pemulihan (baca: kesembuhan dan sehat). Meski, hal tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati agar operasinya tidak gagal.
Membincang hubungan antara menulis dan kesehatan mengingatkan saya terhadap apa yang dikatakan Hermawan Kertajaya, pendiri sekaligus pengelola MarkPlus, lembaga konsultasi marketing, yang amat sangat kesohor tersebut. Hermawan bilang, otak manusia itu ibarat sebuah gudang (memori), yang akan menerima segala apapun informasi dan data untuk masuk. Oleh karena itu, kalau gudang sudah penuh, sebagian isinya harus dikeluarkan agar dapat diisi dengan perkakas atau barang yang lain.
Logikanya, ketika otak (memori) sudah penuh dengan berbagai ide dan gagasan yang mendesak dan meledak-ledak, tentu sudah saatnya sebagian dikeluarkan (dalam bentuk tulisan atau direalisasikan dalam bentuk aktivitas yang lain), bukan?. Kalau tidak, maka otak akan penuh, overload, fikiran pusing, dan tidak menutup kemungkinan malah akan menimbulkan sakit. Kalau sakit jelas tidak sehat.
Menulis juga merupakan sistem komunikasi yang mengsinergikan antara fikiran/otak (kanan, kiri, dan tengah), dengan tangan, serta hati. Semakin terbiasa seseorang menulis, semakin sinergis pula komunikasi antara otak dan tangannya. Ketika otak, tangan, serta organ tubuh yang lain sudah berkelindan, menyatu, dengan sendirinya akan menciptakan energi dan semangat yang positif. Dan ketika diri sudah terinjeksi dengan semangat dan energi positif, seseorang akan menjadi dinamis, optimistis, dan aktif. Jadi, saya pun berkeyakinan bahwa menulis adalah sarana untuk menyalurkan ”libido” ide dan gagasan yang mendesak dalam otak, dan jelas (sebuah terapi untuk) sehat! Tidak percaya? Menulislah, niscaya anda akan sehat! (*)

Bawah Titian, 22 Maret 2010

*) Tayang di Harian Radar Bojonegoro Edisi Rabu, 31 Maret 2010 Halaman 32

No comments:

Post a Comment